Distributor Belum Banyak Tahu
Soal Program Smart Card Pupuk Bersubsidi.
Rencana pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Pertanian (Deptan) menggunakan mekanisme Smart Card (kartu cerdas) dalam menyalurkan pupuk subsidi ternyata belum diketahui sepenuhnya oleh para distributor. Kebijakan baru tersebut mereka nilai belum dapat diukur efektivitas dan efisiensinya.
Rudi Apriyadi, Ketua Gabungan Penyalur Pengecer, Pengangkut Pupuk Pusri (GP4S) mengatakan, hingga sekarang belum ada sosialisasi penggunaan Smart Card kepada distributor dan pengecer. "Kita belum tahu bentuk dan mekanisme Smart Card-nya seperti apa? Termasuk, efektivitas dan efisiensinya. Sampai sekarang kita masih menyalurkan pupuk seperti biasa," katanya kepada Sumatera Ekspres, kemarin (28/2).
Menurut Apriyadi, penerapan program Smart Card perlu mengetahui kondisi di lapangan. Apalagi, perilaku pasar terhadap pupuk ada tiga. Pertama, petani langsung membeli kepada pengecer cash. Kedua, kelompok tani mengkoordinir para petani, dimana mekanisme pembayarannya satu bulan sekali.
Ketiga? Kata Apriyadi, petani yang usaha pertaniannya tergantung dengan pemilik modal (tauke). Dari awal buka lahan, pemeliharaan sampai panen petani, tergantung dengan pemilik modal. Termasuk untuk kebutuhan pupuk, biasanya petani akan berutang dulu kepada juragan.
"Ini sering kita istilahkan ?yarnen? artinya bayar kalau sudah panen. Nah, model petani seperti itu yang tidak diatur pemerintah. Sementara yang diatur yang membeli secara cash. Jika ini tidak diperhatikan, pembelian secara tunai akan berdampak kepada petani yang tidak punya modal alias yarnen tadi," bebernya.
Tidak itu saja, walau tidak mengkhawatirkan akan merosotnya penjualan pupuk, biasanya adanya perubahan mekanisme akan menjadi lebih sulit dan menyebabkan biaya tinggi (high cost).
Dicontohkannya, desa A membutuhkan pupuk 10 ton dibeli melalui kelompok tani. Dari kelompok tani ini prosesnya akan melalui ketua kelompok, dilanjutkan ke aparat desa dan biasanya akan ada kemacetan proses.
"Kalau mekanismenya macet, petani juga terganggu. Sebab, kebutuhan pupuk ini mendesak. Jika mekanismenya macet, kasihan kepada petani. Sebenarnya mekanisme ini lagu lama tetapi dengan aransemen baru. Dulu pernah diterapkan dengan mekanisme KUT (kredit usaha tani) sekitar 1997-1998 saat Menkop Adi Sasono," bebernya.
Menurut Apriyadi, mekanisme yang ada sekarang ini sudah bagus. Tinggal lagi kontrol dan pengawasan dari pihak berwenang. Biarkan jalan mekanisme yang ada, tetapi ada konsistensi pengawasan dari aparat. "Aturan yang ada sekarang sudah jelas. Kalau ada yang melanggar distributornya distop," tukasnya.
Terpisah, H Sulfa Ganie SE, area manager Pemasaran Pupuk Daerah (PPD) PT Pusri mengatakan, pihaknya siap dengan mekanisme baru yang akan diterapkan pemerintah. "Saat ini, mekanisme pendistribusian pupuk dilakukan terbuka. Nah, dengan Smart Card atau sistem tertutup nanti kita harapkan petugas dan kelompok tani di lapangan siap secara keseluruhan," imbuhnya.
Ia menilai penggunaan Smart Card sangat bagus. Dalam artian pupuk jatuh ke petani yang berhak. "Kalau masalah stok pupuk tidak ada kendala, malah sudah berlebih," bebernya.
Kata Sulfa, stok di lini III (Distributor) mencapai 11.202,15 ton. Melebihi ketentuan stok berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Perdagangan (Mendag) 2003 sebesar 9.361 ton. Penyaluran pada 1-31 Januari sebesar 22.542 ton dan pada 1-27 Februari 16.291 ton sehingga total mencapai 38.833 ton.
Diungkapkan, jumlah distributor PT Pusri sebanyak 73. Mereka menyalurkan pupuk kepada 605 pengecer. "Dengan menakanisme tertutup seperti sekarang, sebetulnya pupuk pun sudah terdistribusi langsung ke petani dengan pengawasan petugas."
Lanjutnya, Pusri dalam hal ini PPD hanya menyalurkan kepada distributor. Pelaksanaan program Smart Card sebenarnya pada tingkat distributor ke pengecer. Sebab, mereka yang mengatur distribusi pupuk dari gudang PT Pusri ke petani. "Sistem kami DO (Delivery Order). Dan, akan kita distribusikan sesuai dengan permintaan distributor," imbuhnya.
Sulfa menambahkan, mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi ini sudah sering berubah. Sebelumnya oleh KUD (koperasi unit desa). Tahun 1998 aturan tata niaga pupuk diatur tetapi diserahkan kepada mekanisme pasar. Sehingga, saat itu harga di tingkat pengecer bervariasi.
Pada 2001 - 2002, mekanisme penjualan pupuk dan harga tidak diatur. Pupuk benar-benar dilepas ke pasar. Akibatnya, yang memiliki modal besar bisa membeli. "Nah, kalau sekarang harga diatur sesuai dengan HET (harga eceran tertinggi) dan mekanismenya diatur. Sebenarnya masalah pupuk ini yang penting pengawasan. Sudah berapa kali dilakukan penggantian mekanisme," bebernya.
Masih kata Sulfa, kalau nanti semua daerah sudah menggunakan metode Smart Card dan ada kekurangan dari kuota, pemprov bisa mengajukan tambahan ke Mentan. Syaratnya, pengajuan harus sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan.
Baca Selengkapnya