DPR Larang Pemerintah Jual PT AAF
Pimpinan DPR dan Komisi VI DPR menolak rencana pemerintah melikuidasi dan menjual pabrik pupuk PT Asean Aceh Fertilizer (AAF) di Lhokseumawe, Aceh. Salah satu alasannya, karena pabrik pupuk terbaik di dunia itu hanya dijual seharga Rp400 miliar. Padahal, aset sekitar Rp4 triliun.
Penolakan itu dikemukakan Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar dan Ketua Komisi VI DPR Didiek J Rachbini serta sejumlah anggota Komisi VI lainnya, di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (22/8). Mereka, antara lain Zainal Abidin Husein, Idealisman Dachi, Azam Azman Natawijana, Yusuf Pardamean, Anwar Sanusi, Choirul Sholeh Rasyid, dan Hasto Kristianto, serta anggota Komisi XI TM Nurlif .
Menurut Didiek, DPR tidak bisa menerima rencana pemerintah tersebut karena pabrik pupuk itu mampu memproduksi pupuk sepanjang tahun sehingga persediaan pupuk dalam negeri menjadi lebih baik.
"Ini kebijakan anomali. Pabrik pupuk dengan kemampuan berproduksi 110% dari kapasitas justru dijual," ujar Didik Rachbini.
Didiek menyatakan, di negara ini sudah ada semacam mafia seperti halnya Mafia Moskow. Mafia Moskow menguasai Uni Soviet ketika negeri itu diambang kehancuran. Di Indonesia, kata dia, ada mafia yang berupaya menjual aset-aset negara dengan harga murah sehingga aset negara jatuh ke tangan pribadi-pribadi dan asing.
Anggota Komisi VI dari F-PD Azam Azman Natawijana menegaskan, likuidasi pabrik pupuk AAF harus berdasarkan peraturan pemerintah (PP). Namun, sampai sekarang tidak ada PP yang menjadi dasar kebijakan penjualan itu.
Dalam proses penjualan tersebut, pemeritah telah menerima tawaran dari dua perusahaan, yakni PT Medco dan satu perusahaan asal China. Pemerintah menetapkan 28 Agustus 2006 sebagai batas akhir penawaran.
"Penjualan ini melanggar UU. Tidak bisa dilanjutkan, batalkan saja," tegasnya.
PT AAF berdiri sejak 1979 sebagai perusahaan patungan lima negara, yaitu Indonesia yang menguasai 60% saham, Singapura 1%, dan Malaysia, Filipina ,dan Thailand masing-masing 13% saham.
Anggota Komisi VI dari daerah pemilihan Aceh, Zainal Abidin Hussein menambahkan, AAF merupakan kebanggaan masyarakat Aceh setelah PT Arun tidak lagi dikuasai perusahaan dalam negeri.
"Dulu masyarakat sekitar rela melepaskan lahannya kepada pemerintah demi berdirinya pabrik. Namun ketika akan dijual, masyarakat pun resah. Mereka tak rela dan berusaha menguasai kembali tanah mereka yang dulu diserahkan kepada AAF," katanya.
Anggota Komisi VI lainnya, Hasto Kristianto dari F-PDIP menyatakan, AAF harus dipertahankan, bukan hanya kaena dijual dengan harga muruh, tetapi perusahaan itu menjadi kebanggaan rakyat Aceh. "Selamatkan pabrik pupuk ini. Batalkan rencana likuidasi."
Ia menilai alasan pemerintah menjual AAF karena kesulitan memperoleh gas sebagai hal tidak masuk akal. Karena, gas bisa diperoleh dari PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). Pabrik pupuk ini bisa dipertahankan dengan integrasi dengan PIM.
"Dengan demikian, PIM akan berkembang dan AAF juga akan kembali beroperasi," katanya. (Hil/OL-02).
Read More