Pabrik Pupuk Iran-RI Direalisasikan Akhir 2007
Pembangunan pabrik urea joint venture Indonesia-Iran dipastikan segera terealisasi dalam akhir tahun ini. Pemerintah kedua negara bersepakat biaya investasi pembangunan akan ditanggung kedua pihak dengan komposisi kepemilikan saham 50:50.
Menteri Perindustrian, Fahmi Idris, menuturkan dalam waktu dekat akan segera disepakati sejumlah agreement terkait dengan pembangunan pabrik pupuk di Iran ini. ''Selanjutnya ada sekitar 4 perjanjian lagi yang akan diselesaikan dalam waktu dekat sehingga pada Juni ini sudah bisa dilakukan langkah-langkah untuk membangun pabrik di Iran,'' papar Fahmi usai menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) kerja sama pembangunan pabrik Iran-Indonesia, kemarin (16/2).
Pabrik pupuk ini akan dikelola secara bersama oleh PT Pupuk Sriwijaya (Pusri) dan National Petrochemical Company of Iran (NPCI). Pabrik pupuk joint venture ini, jelas Fahmi, per tahunnya nantinya akan memproduksi amonia sebanyak 990 ribu ton dan urea sekitar 1,150 juta ton. Pabrik tersebut akan dibangun di atas lahan 4 hektare (Ha) di kawasan Parseez, Bandar Assaluyeh, Iran Selatan.
Fahmi menambahkan, harga jual gas untuk pabrik yang akan dibangun ini disepakati sebesar 1 dolar AS per juta BTU untuk jangka waktu 10 tahun. ''Tapi kan dalam jangka 10 tahun itu ada biaya tambahan seperti pajak yang kemungkinan tidak lebih dari 50 sen dolar. Jadi harga jual gas ke pabrik pupuk RI-Iran paling tinggi adalah 1 dolar 50 sen,'' ujarnya.
Untuk pendanaan pembangunan pabrik pupuk ini, lanjut Fahmi, sekitar 250 juta dolar AS akan dibebankan ke pihak Indonesia. Sumber pendanaannya sendiri, sambung dia, akan diperoleh dari penyertaan modal pemerintah dan sumber keuangan Pusri.
Dirut Pusri, Dadang Heru Kodri, menambahkan pemerintah kedua negara sepakat akan membuat MoU ketiga khusus membahas soal investasi. ''Soalnya, harus dihitung dulu, cel dulu, bagaimana kondisi investasi di sana dan selanjutnya akan kita tetapkan agreement-nya. Iran kan juga punya peraturan sendiri soal investasi,'' kata Dadang.
Pembangunan pabrik pupuk di Iran merupakan bagian dari skenario pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pupuk urea di dalam negeri, khususnya untuk sektor pangan yang terus meningkat. Pada 2010, kebutuhan pupuk nasional diperkirakan di atas 11 juta ton, sementara kapasitas produksi normal oleh lima perusahaan hanya sekitar 7,872 juta ton. Di tengah kebutuhan pupuk yang semakin meningkat saat ini, ujar dia, sejumlah pabrik pupuk justru mengalami masalah pasokan gas sehingga tidak bisa berproduksi maksimal.
Sebelumnya diberitakan produksi tiga jenis pupuk di lima industri pupuk menurun sejak Oktober tahun lalu seiring dengan gangguan operasional yang terjadi di PT Petrokimia Gresik (Petrogres) dan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). Akibatnya, kelima industri tersebut menurunkan tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang (utilisasi) untuk menyeimbangkan konsumsi dalam negeri.
Berdasarkan data Departemen Perindustrian, produksi pupuk urea mengalami penurunan berkisar 10 hingga 12 persen sejak Oktober sampai Desember tahun lalu. Sedangkan produksi pupuk ZA turun 10 hingga 13 persen pada periode yang sama. Sementara produksi pupuk SP36 anjlok hingga 61 persen pada Nopember 2006.
Secara total, produksi pupuk urea nasional tahun lalu mencapai 5,45 juta ton atau surplus dibandingkan konsumsi yang sebesar 5,37 juta ton. Sementara produksi pupuk ZA pada 2006 mencapai 704 ribu ton, defisit dibandingkan kebutuhan nasional sebanyak 761 ribu ton. Sedangkan produksi pupuk SP 36 pada tahun lalu mencapai 660 ribu ton, defisit dibandingkan kebutuhan nasional yakni 736 ribu ton.
Menteri Perindustrian (Menperin), Fahmi Idris, mengungkapkan kebutuhan pupuk urea mencapai 70 persen dari keseluruhan pupuk yang diproduksi di dalam negeri. ''Produksi pupuk urea terendah terjadi pada Februari 2006 yakni 371 ribu ton, sedangkan produksi tertinggi pada Juli tahun lalu mencapai 564 ribu ton,'' paparnya.
Dirut PT Pupuk Sriwijaya (Pusri), Dadang Heru Kodri, mengatakan industri pupuk nasional tidak menahan produksi. ''Gangguan hanya terjadi di Petrogres akibat ledakan pipa gas di Sidoarjo pada akhir November tahun lalu. Saat ini masih diupayakan perbaikan,'' ujarnya.
Seiring dengan itu, tambah Dadang, PIM masih berupaya memperoleh pasokan gas dengan cara pengalihan (swap) dari PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT). Di sisi lain, Dadang menjelaskan, kebutuhan pupuk meningkat pada akhir 2006 seiring datangnya musim tanam. Permintaan yang melonjak dan gangguan produksi di Petrogres serta PIM membuat produksi urea sedikit menurun di akhir 2006. ''Memang kita harus hati-hati dengan defisit gas untuk industri pupuk,'' katanya.
Karena itu, lanjut Dadang, produsen pupuk berkoordinasi untuk memverifikasi data kebutuhan dan produksi nasional. ''Hari ini ada rapat antardirektur pemasaran holding di Pusri. Hasilnya besok sudah ada data baik posisi saat ini atau 3 bulan mendatang serta prediksi tahun 2007,'' ujarnya. Meski produksi pupuk pada akhir 2006 menurun, Dadang meyakini masih terdapat stok limpahan (carry over) dari tahun 2006 untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pada tahun ini.
Fakta angka
250 juta dolar AS Investasi yang dibutuhkan membangun pabrik pupuk di Iran.
Baca Selengkapnya