Pusri Akan Ambil Alih Lahan Pabrik Melamin
Jakarta, 3/2 (Antara) - Perseroan Terbatas Pupuk Sriwijaya (Pusri) Palembang akan mengambil alih lahan pabrik melamin milik PT Sri Melamin Rejeki (SMR) yang telah habis masa kontraknya pada 1 April 2012 untuk pengembangan pabrik pupuk BUMN tersebut.
"Kami merencanakan tanah itu untuk pengembangan pabrik-pabrik kami," kata Sekretaris Perusahaan Zain Ismed di Jakarta, Minggu.
Ia menjelaskan sejak 1991 lahan seluas 1,5 hektare yang terletak di komplek Pusri itu disewa SMR untuk memproduksi melamin dengan kapasitas 20.000 ton per tahun. Kontrak sewa lahan tersebut sudah habis sejak 1 April 2012. Selain itu, kata dia, sejak November 2008, pabrik tersebut juga telah berhenti operasi.
"Bagi kami itu mubazir, apalagi saat ini lokasi Pusri sudah sempit sekali, sudah di tengah kota," kata Ismed.
Oleh karena itu, lahan yang menganggur itu akan disiapkan untuk pengembangan pabrik baru untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
SMR sendiri merupakan perusahaan patungan antara PT Pusri Palembang--yang memiliki saham 20 persen--dan PT Lumbung Sumber Rejeki (60 persen) dan PT Kairos Estuniaga (20 persen). Total investasinya mencapai 66,9 juta dolar AS.
Namun, perusahaan itu menghentikan produksinya pada bulan November 2008 karena pasokan bahan baku berupa urea larutan dihentikan, akibat SMR tidak membayar utang bahan baku sejak berproduksi senilai Rp Rp120,6 miliar kepada Pusri.
Menurut Ismed, Pusri terpaksa menghentikan pasokan bahan baku karena tidak ada iktikad baik dari pihak SMR membayar utang tersebut.
"Kami sudah memberi kelonggaran agar bayar dulu utang tersebut 50 persen, tetapi sampai sekarang tidak dilakukan, malah SMR menggugat ke BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia). Sungguh kami terkejut," ujarnya.
SMR mengajukan permohonan arbitrase ke BANI pada tanggal 31 Agustus 2012 dengan tergugat PT Pupuk Indonesia Holing Company (PIHC) dan PT Pusri Palembang.
Padahal, ditambahkan Sekretaris Perusahaan PIHC Harry Purnomo, SMR tidak mampu membayar utang ke Pusri Palembang yang merupakan anak perusahaan PIHC. "Bahkan, total utangnya telah melebihi asetnya," ujarnya.
Berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit pada tahun 2009, lanjut dia, total aset SMR hanya Rp382 miliar, sedangkan utang mencapai Rp388 miliar. Selain berutang ke Pusri, SMR, kata dian juga memiliki utang ke Bank Mandiri senilai Rp266,8 miliar.
"Karena itulah kami mengajukan permohonan pernyataan pailit (SMR) ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 30 Oktober 2012," kata Harry.
Namun, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut menolak permohonan pailit pada tanggal 21 Desember 2012 sehingga PIHC bersama Pusri melalui pengacara mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
"Kemungkinan pertengahan atau akhir Maret ini akan ada keputusan dari MA," kata Harry.
Menanggapi langkah hukum yang ditempuh BUMN pupuk tersebut, pakar hukum dari Universitas Indonesia Erman Rajagukguk mengatakan bahwa langkah PIHC dan Pusri tersebut bisa dilakukan dan memiliki alasan yang kuat.
Menurut dia, kasasi yang diajukan BUMN pupuk karena keputusan hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak mempertimbangkan sejumlah fakta antara lain utang SMR kepada Pusri dan dasar hukum Pusri menghentikan pasokan bahan baku yang tertuang dalam perjanjian antarmereka pada tahun 2007. Selain itu, SMR, kata dia, juga memiliki utang kepada Bank Mandiri.
"Berdasarkan Pasal 303 UU Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, arbitrase tidak bisa menghambat atau menghalangi kepailitan. Pengadilan tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan pernyataan pailit dari para pihak yang terikat perjanjian yang memuat klausul arbitrase," ujar Erman
Baca Selengkapnya