Kalla: Daripada Keuangan Negara Hancur
SBY-Kalla Pertaruhkan Popularitas
Langkah SBY-Kalla menaikkan harga BBM di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih bakal harus dibayar mahal. Ahli riset politik dari Indo Barometer, Muhammad Qodari, menilai, sudah hampir pasti SBY kehilangan popularitas karena menempuh kebijakan tak populer itu.
??Tapi, apakah turunnya banyak atau sedikit, saya belum tahu,?? ujarnya.
Fluktuasi angka popularitas itu memang sulit ditebak. Dia mencontohkan ketika SBY-Kalla menaikkan harga BBM pada Maret 2005. Waktu itu, dirinya masih bergabung di LSI atau Lembaga Survei Indonesia. Survei LSI per Januari 2005 menunjukkan popularitas SBY 69 persen. Begitu BBM naik, popularitasnya memang menurun menjadi 65 persen. ??Nggak diduga cuma turun empat persen,?? ujarnya.
Padahal, kata Qodari, saat itu banyak kalangan, seperti (alm) Prof Riswandha Imawan, sempat menyatakan kenaikan tersebut akan membuat SBY-Kalla jatuh.
Implikasi kenaikan harga BBM kali ini juga akan tetap sulit diprediksi terhadap popularitas SBY-Kalla. Namun, survei terakhir Indo Barometer per Desember 2007 memperlihatkan, tingkat kepuasan publik terhadap SBY sebesar 55,6 persen dan Kalla 49,9 persen. ??Hati-hati kalau turunnya sampai menembus di bawah 50 persen. Itu angka yang cukup rawan bagi incumbent,?? ujarnya.
Apakah penurunan popularitas tersebut juga akan terjadi pada Kalla? ??Berdasar pengalaman kami, popularitas Kalla memang selalu mengikuti SBY,?? ungkapnya.
Artinya, bila popularitas SBY membaik, popularitas Kalla ikut menanjak. Begitu pula ketika popularitas SBY jeblok, popularitas Kalla juga menurun. ??Yang jelas, popularitas Kalla selalu di bawah SBY,?? tegas Qodari.
Meski popularitasnya menurun, kata dia, belum tentu popularitas SBY-Kalla kalah oleh kombinasi pasangan lain yang mulai muncul. ??Apalagi, masih ada peluang bagi SBY-Kalla untuk melakukan recovery dan memperbaiki popularitas,?? katanya.
Misalnya, menyalahkan tekanan harga minyak dunia, mempersoalkan lifting minyak yang tidak naik sejak delapan tahun lalu, atau merealisasikan BLT secara efektif.
Peneliti senior The Habibie Centre Andrinoff Chaniago menilai, penurunan popularitas tetap menjadi risiko politik yang paling konkret bagi SBY-Kalla. Apalagi, itu diperparah oleh program bantuan langsung tunai (BLT) yang kontroversial dan riak-riak kekacauan yang mulai bermunculan.
??Sebagian publik yang ragu-ragu mungkin akan tegas tidak memilih mereka lagi. Sedangkan mereka yang memilih SBY-Kalla pada 2004 mungkin akan menjadi ragu-ragu,?? jelasnya.
Siap tak Populer
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyadari, pilihan menaikkan harga BBM akan membuat pemerintahannya tidak populer. Namun, bagi dia, pihaknya lebih memilih popularitasnya jeblok daripada ekonomi negara hancur.
??Itu namanya kepemimpinan. Lebih baik kita mengorbankan popularitas dibanding ekonomi hancur. Sebab, kalau ekonomi hancur, hancur juga popularitas SBY-Kalla,?? ujar Kalla dalam keterangan pers di kantornya kemarin (23/5).
Dia menuturkan, dalam demokrasi lansung, pilihan antara popularitas dan kebijakan tidak populer namun dibutuhkan memang sulit diambil. Sebab, dalam jangka pendek, kenaikan harga BBM pasti akan menurunkan popularitas. Apalagi, keputusan itu diambil setahun menjelang pemilu. ??Namun, kami memilih, SBY memilih perbaikan ekonomi dan menyehatkan ekonomi dibanding popularitas. Itu pilihan yang sulit. Tapi, keputusan itu kami pilih,?? tegasnya.
Kalla juga membantah pemerintah berjanji tidak akan menaikkan harga BBM setelah menaikkan harga BBM 128 persen pada 1 Oktober 2005. Menurut dia, Presiden SBY berkali-kali hanya menyatakan bahwa kenaikan harga BBM merupakan opsi terakhir setelah pemerintah gagal mengupayakan cara lain agar harga BBM tidak naik.
??Memang selalu kami katakan, pemerintah mengupayakan harga BBM tidak naik. Tapi, kenaikan harga BBM adalah opsi terakhir setelah penghematan anggaran belanja departemen, konversi minyak tanah ke gas, menaikkan penerimaan pajak, dan upaya-upaya lain tidak berhasil,?? ungkapnya.
Penghematan anggaran pemerintah, kata dia, tidak bisa menutup beban subsidi. ??Subsidi BBM Rp270 triliun itu tidak cukup dengan penghematan. Sehebat-hebatnya penghematan, paling tinggi hanya dapat Rp20 triliun. Yang kita persoalkan itu yang Rp250 triliun,?? tegasnya.
Kalla juga tidak menjamin pemerintah tidak akan kembali menaikkan harga BBM bila harga minyak dunia terus meroket. Namun, dia meyakinkan, kebijakan apa pun yang akan diambil pemerintah tidak akan merugikan rakyat kecil. ??Siapa yang bisa menduga apa yang akan terjadi kalau harga minyak dunia US$200? Tapi, tidak mungkin tanpa suatu kebijakan lagi, meski kemungkinan turun juga ada,?? ujarnya.
Kenaikan harga BBM 28,7 persen, tegas dia, belum berpengaruh signifikan terhadap anggaran negara. Sebab, penghematan subsidi yang dihasilkan hanya sekitar Rp35 triliun setahun. Namun, kenaikan itu dinilai hanya sebagai sinyal agar masyarakat mulai menghemat konsumsi BBM. ??Yang penting spirit rakyat untuk bersama-sama supaya tidak boros dan membagi risiko (gejolak) ekonomi dari masyarakat yang mampu ke yang miskin,?? jelasnya.
Karena keputusan pemerintah sudah bulat, fokus pemerintah kini telah beralih pada isu-isu pasca pengumuman kenaikan harga BBM seperti pencairan bantuan langsung tunai (BLT). Kalla memerintahkan semua jajaran pemerintah melaksanakan tugas mendistribusikan BLT, meski nanti rakyat menolak menerimanya.
Dia menjelaskan, pemerintah berkewajiban menjaga rakyat. Namun, rakyat punya hak menolak. Kondisi itu mirip pemilihan umum. Meski banyak warga menolak mencoblos, pemerintah tetap wajib melangsungkan pemilihan umum. ??Mau menggunakan hak pilihnya atau tidak, itu hak rakyat. Tapi, pemerintah tetap wajib menggelar pemilu,?? katanya.
Karena pembagian BLT adalah kewajiban pemerintah, pemerintah pusat tidak akan segan menindak bila perintah tidak dilaksanakan jajaran di daerah. ??Kalau dalam aturan kepegawaian, tindakan itu bisa ditegur atau diperingatkan. Tapi, kalau melanggar secara fisik, akan diambil tindakan keras,?? tegasnya.
Kalla yakin, dalam pelaksanaannya nanti, tidak ada pejabat yang menghalang-halangi rakyat memperoleh haknya. Bila ada, dia yakin itu hanya dilakukan pejabat yang tidak mau repot. ??Kalau tidak mau repot ngurus rakyat, jangan jadi pejabat. Kalau menghalangi rakyat menerima haknya, dia akan melawan rakyatnya sendiri,?? ungkapnya.
Pemerintah juga menjanjikan menambah subsidi pangan dalam ABPN 2008 menjadi Rp15 triliun. Subsidi itu, antara lain, akan diberikan untuk menyubsidi harga gas ke pabrik pupuk untuk membuat harga pupuk tetap murah. Sebelumnya, pemerintah memberi subsidi pangan Rp9 triliun. ??Dalam situasi seperti sekarang ini, tidak mungkin menambah beban di masyarakat. Selain itu, kita mengejar target tahun depan harus bisa ekspor beras. Jadi, produksi beras nasional tidak boleh terganggu,?? ujarnya.
Menurut dia, harga jual gas Pertamina saat ini sekitar US$15 per million metric British thermal unit (MMBTU). Namun, pemerintah memberi subsidi harga pupuk dengan mematok harga jual gas ke pabrik pupuk US$2,5 per MMBTU. ??Dana itu diambil dari dividen pemerintah di Pertamina. Jadi, keluar kantong kiri, masuk kantong kanan,?? katanya.
Read More