Kenaikan Harga Gas Ditolak
Rencana kenaikan harga gas ditolak tujuh sektor industri, seperti sarung tangan karet,keramik,kertas, oleokimia, pupuk,tekstil, dan kaca lembaran.
Kenaikan harga gas tersebut dinilai semakin membebani keuangan perusahaan sehingga terancam memangkas produksinya.Kalangan pengusaha yang tergabung dalam kamar Dagang dan Industri (Kadin) menilai rencana tersebut sebagai langkah kontraproduktif terhadap penguatan sektor mikro, yakni pengembangan sektor riil.
?Kami berharap agar pemerintah arif menunda keputusannya (menaikkan harga gas),? kata Ketua Umum Asosiasi Industri Sarung Tangan Karet Indonesia (Asta) Ahmad Safiun seusai rapat dengan sejumlah industri pengguna gas di Jakarta kemarin. Selain Asta, asosiasi yang hadir dalam rapat tersebut antara lain, Asosiasi Aneka Industri Keramik (Asaki),Asosiasi Produsen Industri Oleokimia Indonesia (Apolin),Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman Indonesia (AKLPI),dan Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI).
Ketua Umum Asaki Achmad Widjaya mengatakan, kenaikan harga gas akan memangkas omzet keramik yang pada 2007 mencapai Rp12 triliun hingga 50% sehingga mengancam target pertumbuhan sektor keramik 8%. Nilai itu hampir setara dengan omzet pada industri elektronik nasional.
?Kontribusi gas terhadap biaya produksi keramik mencapai 30%. Kalau harga gas naik, beban produksi akan bertambah berat dan target ekspor sebesar USD332 juta pada tahun ini tidak akan tercapai. Seharusnya, pemerintah bersikap adil dan berpihak kepada sektor riil,? katanya.
Achmad yakin pemerintah akan menaikkan harga gas industri karena sebelumnya sejumlah industri telah diwacanakan akan mendapatkan kenaikan harga gas baru oleh BP Migas. Dengan kenaikan ini, industri keramik terancam akan berhenti beroperasi akibat kenaikan harga gas bakal menimbulkan masalah pada inefisiensi produksi.
Achmad mengungkapkan, dalam pertemuan pada pekan pertama April dengan Dirjen Migas Departemen ESDM Luluk Sumiharso,pemerintah berusaha menjelaskan kepada pemakai gas industri bahwa harga eksplorasi sudah mencapai USD3,5 per juta british thermal unit (Btu).
Sementara harga ekspor gas mencapai USD12 per juta Btu. Harga jual gas komersial di Singapura sudah mencapai USD6 per juta Btu,sedangkan harga jual Indonesia ke industri baru USD5,5 per juta Btu.?Rasionalisasi seperti inilah yang diterjemahkan pemerintah untuk menaikkan harga.Pengusaha menangkap sinyal serupa,?katanya. Sebelumnya, pada rapat yang berlangsung pada Jumat (7/4),PT Perusahaan Gas Negara (PGN) juga mengusulkan batas bawah harga gas berdasarkan harga keekonomian. Ini terdiri dari harga di well head dan biaya operasional, seperti toll fee,pajak, dan iuran.
Selain itu,PGN juga mengajukan klasifikasi konsumen yang diminta pemerintah. Terdapat enam golongan konsumen yang diusulkan, yaitu rumah tangga dan pelanggan kecil, industri khusus,rumah sakit dan kantor, industri manufaktur,dan pembangkit listrik. Untuk industri manufaktur, hotel dan restoran, serta pembangkit listrik akan diberlakukan harga komersial.
Saat ini, lanjut Achmad,kontrak PGN dengan industri keramik mencapai 110 MMscfd (juta kaki kubik per hari).Dari kebutuhan gas tersebut, industri keramik baru beroperasi sekitar 70% dari total kapasitas terpasang atau mencapai 332 meter kubik per tahun.
Read More