JAKARTA - Dalam rangka meningkatkan produksi pupuk nasional, perlu upaya menghadirkan pabrik-pabrik pupuk baru di Indonesia. Langkah itu dilakukan untuk menggantikan pabrik-pabrik yang memang sudah termakan usia sehingga menjadi tidak efisien.
Sebagai negara yang mengandalkan sektor pertanian , menjaga bahkan meningkatkan produksi pupuk jelas merupakan sebuah keniscayaan. Apalagi, saat ini sektor pertanian menjadi salah andalan untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi.
Data Badan Pusat Statistik mengungkap, sebasar 64,56% PDB pada triwulan I-2021 berasal dari sektor industri pengolahan, pertanian, perdagangan, konstruksi dan pertambangan. Di antara sektor yang berkontribusi pada periode itu, hanya sektor pertanian yang mengalami pertumbuhan positif, menduduki posisi ke-4 setelah infokom.
Makanya, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mendukung rencana anak usaha holding PT Pupuk Indonesia, PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri), membangun pabrik baru Pusri III-B di Palembang untuk mengganti dua pabrik yang lama, yakni Pusri III dan Pusri IV.
“Saya setuju Pusri terus berkembang, negeri ini butuh pupuk yang baik ke depan,” kata Mentan Syahrul dalam kunjungan kerjanya di Gudang Pusri Palembang, Sumatera Selatan, dikutip dari Antara, Sabtu (29/5/2021).
Mentan menambahkan, pupuk sebenarnya bukan hanya dibutuhkan secara nasional tapi juga oleh negara lain yang mengandal sektor pertanian, seperti padi. Jadi, kelebihan produksi pupuk nasional bisa diekspor ke negara-negara itu sehingga dapat menambah penghasilan devisa.
“Artinya bisa diekspor, ke depannya pupuk Pusri ini bisa diekspor,” kata Mentan Syahrul.
Jika kelebihan produksi dua pupuk pabrik baru Pusri bisa diekspor maka akan kian menambah jumlah ekspor pupuk nasional. Sampai dengan 7 April 2020, Pupuk Indonesia telah mengekspor pupuk dan non pupuk dengan volume sebesar 843.072 ton.
Produk yang diekspor terdiri dari 556 ton Alumunium Flourida, 187.515 ton Amoniak, 27.500 ton NPK dan 627.501 ton Urea. Jumlah ekspor tersebut meningkat jika dibandingkan tahun lalu,karena memang kebutuhan di pasar internasional sedang tinggi.
Direktur Utama PT Pusri Tri Wahyudi Saleh sendiri mengatakan, Pusri merencanakan pabrik baru tersebut akan dimulai pekerjaan konstruksinya pada 2021. Pembangunan Pabrik Pusri III-B ini dinilai sudah sangat layak mengingat Pusri III dan Pusri IV sudah boros pada penggunaan energi karena dibangun sekitar 40 tahun lalu.
Menurutnya, revitalisasi pabrik ini juga untuk membantu pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Bagaiman pun ketahanan pangan merupakan salah satu kunci kedaulatan nasional.
Pabrik Pusri III-B ini nantinya berkapasitas sebesar 2.000 ton amoniak per hari atau 660.000 ton per tahun untuk amoniak, kemudian 3.500 ton urea per hari atau 1.155.000 ton per tahun. Jika dibandingkan dengan Pabrik Pusri III dan Pusri IV (existing), teknologi yang digunakan pada Pabrik Pusri III-B ini merupakan teknologi yang lebih ramah lingkungan.
Pabrik baru juga nantinya bisa lebih efisien karena dapat menghemat konsumsi gas bumi sebesar kurang lebih 10 MMBTU per ton urea. Alhasil, dapat menghemat biaya gas hingga Rp1,5 triliun per tahun.
Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku gas seluruh pabrik, saat ini Pusri telah mendapat jaminan gas bumi untuk kurun waktu 10-20 tahun ke depan dan telah mendapatkan dukungan dari pemerintah melalui Kementerian ESDM dan SKK Migas dalam hal prioritas ketersediaan pasokan gas bumi.
Dengan pembangunan Pabrik Pusri III-B diharapkan dapat memenuhi tanggung jawab Pusri untuk selalu memastikan kecukupan pasokan pupuk bagi petani dalam negeri. Selain itu, juga diharapkan dapat membuka kesempatan kerja yang diperkirakan mampu menyedot sekitar 10.000 tenaga kerja baru selama konstruksi proyek berlangsung.