Kabar Pusri

Sikapi Pendangkalan, Pusri Beradaptasi Atau Mengeruk Sungai Musi?

13 December 2013


Palembang (ANTARA Sumsel) - Waduh! lambat sekali kapal ini, kapan tiba di Bangka? . Sudah enam jam belum juga keluar dari alur Sungai Musi. Keluhan ini, diungkapkan Hesti (29), salah satu penumpang kapal Ferry tujuan Muntok Bangka. 

Penyeberangan dari Pelabuhan 35 Ilir Palembang menuju Muntok Bangka membutuhkan waktu sembilan hingga 13 jam. Rata-rata waktu yang dibutuhkan menggunakan kapal Ferry di perairan Sungai Musi sekitar tujuh jam bahkan bisa lebih lama yaitu sembilan jam. 

Kondisi tersebut tentunya sangat merugikan pengguna jasa penyeberangan, bukan hanya perusahaan yang mengandalkan sungai sebagai jalur transportasi pembawa produk dihasilkan pabrik, juga masyarakat yang biasa menggunakan Ferry dari Palembang ke Bangka (sekitar 74 mil) dan sebaliknya juga mengeluhkan lamanya waktu tempuh menuju laut lepas. 

Pendangkalan Sungai Musi merupakan kendala pelayaran yang telah lama menjadi masalah penguna jalur lalu lintas sungai tersebut terutama kapal-kapal besar dengan bobot sekitar 6.500 MT.  

Namun, untuk alur kapal Ferry dengan bobot 1.000 GT atau tingkat kedalaman berkisar tiga meter, mungkin sungai ini masih dalam ambang batas toleransi.  

Lalu jika beradaptasi dengan kondisi sedimentasi sungai yang semakin parah mungkin menjadi pilihan yang sama-sama berat untuk dilakukan pengerukan. 

Mengapa demikian? karena bagi perusahaaan kalau mengeruk lumpur sungai yang volumenya diperkirakan tiga juta meter kubik per tahun sungguh amat mahal biayanya, apalagi dilakukan oleh sebuah perusahaan. 

Sedimentasi itu, mau tidak mau harus diatasi, tentu bisa saja dengan pilihan mengeruk sungai dan memperkecil bobot kapal yang digunakan perusahaan untuk mobilitas. 

Atau memilih mengeruk pendangkalan dan tidak mengganti sarana transportasi yang baru maupun sebaliknya tak mengeruk tapi mengganti armada kapal menyesuaikan bobot dan kondisi alur sungai.

Wali Kota Palembang Romi Herton ketika berkunjung ke PT Pupuk Sriwidjaja dihadapan direksi perusahaan pupuk milik negara tersebut mengajak bekerja sama untuk menormalisasi Sungai Musi. 

Sedimentasi di Sungai Musi khususnya wilayah Palembang kini kian parah sehingga pelu koordinasi antara pemerintah dan perusahaan swasta untuk mengatasi permasalahan tersebut, katanya. 

Pemkot tentunya, akan mengoptimalkan peran dalam mengkoordinasikan semua pihak yang berkepentingan agar bahu membahu menormalisasi sungai. 

Hingga kini, Sungai Musi menjadi jalur transportasi utama sejumlah perusahaan bukan hanya PT Pusri tetapi juga PT Semen Barutaja  dan PT Bukit Asam serta industri pengolahan karet (crumb rubber). 

Karena itu, Romi yang ketika itu berkunjung ke Pusri bersama jajaran pejabat pemkot berkomitmen mencari solusi bersama-sama mengatasi pendangkalan sungai yang membelah Kota Palembang ini. 

"Bukan hanya PT Pusri yang dilibatkan tetapi semua pihak pemangku kepentingan harus ikut berpartisipasi termasuk warga Palembang untuk meminimalisir pendangkalan dengan tidak membuang sampah sembarangan ke sungai," kata orang nomor satu di Palembang itu. 

Sungai Musi sebagai ikon Kota Palembang tidak hanya menjadi jalur transportasi utama menuju sejumlah kawasan di Sumatera Selatan, tetapi juga menjadi jalur transportasi menuju Selat Bangka. 

Namun, Romi menambahkan Sungai Musi juga menjadi ikon pariwisata yang kini telah dikenal dan dikunjungi wisatawan nusantara maupun mancanegara. 

Untuk menjaga normalisasi kedalaman sungai agar tetap bisa berfungsi sebagai jalur lintas utama transportasi air di Palembang mendesak untuk dilaksanakan pengerukan dan menjaga keseimbangan ekologi lingkungan di sepanjang daerah aliran sungai (Das) mulai hilir hingga hulu. 

Pelestarian biota sungai juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam upaya mempertahankan Sungai Musi. 

Dirut PT Pusri Palembang, Musthofa menanggapi ajakan wali kota tersebut mengapresiasi tawaran kerja sama pemkot mengatasi masalah pendangkalan Sungai Musi.

Selama ini, Pusri Palembang telah melakukan pengerukan sungai terutama di wilayah tempat kapal-kapal bersandar, katanya.

Mustofa mengatakan pendangkalan Sungai Musi  tidak hanya terjadi di wilayah Palembang,  juga di tempat lain yang sedikitnya sepanjang  60 kilometer sepanjang jalur lintas kapal pengangkut pupuk.

Dia menjelaskan, pengerukan yang dilakukan setiap tahun oleh Pusri dirasakan belum optimal karena idealnya, kerja sama terpadu antar perusahaan dikoordinasikan pemerintah dapat mendorong mengatasi sedimentasi.

Hal itu, terkait dengan luasnya area sungai yang telah mengalami pendangkalan dan mahalnya biasa pengerukan lumpur sungai.

Biaya pengerukan sungai tersebut ditaksir tidak kurang dari Rp6 miliar per tahun bahkan bisa mencapai belasan miliar rupiah.

Akibatnya, kalau hanya PT Pusri yang melakukan pengerukan tentu alokasi dana hanya dari satu sumber perusahaan dengan angka yang fantastis.


Siapkan kapal  

PT Pusri Palembang sampai kini rutin melakukan pengerukan alur Sungai Musi meliputi ambang luar C2 dan C3.

Pengerukan juga dilakukan di lintasan dan tempat bersandarnya kapal pengangkut pupuk dengan daya angkut paling kecil 6.500 MT. 

Pengerukan tetap menjadi kegiatan yang dilaksanakan perusahaan pupuk urea terbesar tersebut. 

Namun, untuk beradaptasi dengan kondisi pendangkalan Sungai Musi, sejak tahun 2012 telah membangun kapal yang memiliki daya angkut lebih kecil dibandingkan dengan armada saat ini.

Pembangunan sebuah kapal "self propelled urea barge" atau SPUB ditargetkan selesai tahun 2014, kata Manager Humas PT Pusri Palembang Sulfa Ganie.

Dia menjelaskan,  pembangunan kapal tersebut dilaksanakan perusahaan galangan kapal dari Batam, dengan biaya pembangunan satu unit kapal sekitar Rp180 miliar. 

Sampai kini perusahaan yang sedang membangun pabrik 2B tersebut memiliki tujuh unit kapal "urea crush" dan sebuah kapal amoniak yang usianya pun ada yang telah mencapai 37 tahun. 

Sulfa menambahkan, armada pengangkut pupuk tersebut juga tak bisa beradaptasi dengan kondisi pendangkalan Sungai Musi karena daya angkutnya paling kecil 6.500 MT. 

Padahal untuk bisa nyaman berlalu lintas di Sungai Musi dengan kondisi normal daya angkut maksimal 5.000 MT. 

Sementara kapal PT Pusri rata-rata daya angkutnya 7.000 MT tetapi ketika pasang tinggi bisa saja mencapai 8.000 MT. 

Karena itu, pembangunan kapal dengan daya angkut maksima 5.000 MT menjadi sebuah kebutuhan untuk tetap menjaga mobilitas angkutan pupuk selama proses pengerukan. 

Khusus untuk pembangunan kapal SPUB, dia menambahkan tahap awal hanya satu dibangun tetapi setelah evaluasi terkait dengan pengoperasian kapal tersebut kelak bisa saja keluar rekomendasi memperbanyak pembangunan sarana transportasi air itu. 

Di sisi lain, Pusri dalam setahun terakhir mulai mengembangkan tanaman penghijauan di antaranya bambu petung (bambuseae) di Bantaran Sungai Musi sebagai wujud kepedulian sosial dan lingkungan. 

"Penanaman bambu ini merupakan partisipasi PT Pusri untuk melestarikan Sungai Musi dari ancaman kerusakan atau pendangkalan akibat erosi dan abrasi," tambah Musthofa setelah melakukan penanaman bambu di Bantaran Sungai Musi,  kawasan Dusun II Balai Makmur, Desa Merah Mata, Kecamatan Banyuasin I, Kabupaten Banyuasin, Rabu. 

Penanaman bambu petung sebanyak 500 batang dan tanaman penghijauan lainnya di kawasan itu selain pengembangan ekologi juga upaya memberdayakan masyarakat yang nantinya bisa memanfaatkan tanaman tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan. 

Dalam filosofi bambu yang dekat dengan masyarakat Indonesia sejak jaman penjajahan, kata Musthofa, digunakan sebagai senjata perjuangan (bambu runcing---red) melawan penjajah, namun manfaat lain juga amat digunakan sebagai bahan baku berbagai produk kerajinan, sehingga tanaman bambu ini menjadi salah satu program utama CSR PT Pusri Palembang. 

Sedangkan untuk jangka panjang manfaat penanaman bambu tersebut karena kemampuan akarnya untuk mengikat tanah dan meningkatkan debit air Sungai Musi yang menjadi urat nadi perekonomian Sumatera Selatan. 

"Saat ini bantaran daerah alirang sungai (Das) Musi sudah banyak yang terkikis, karenanya sungai tersebut membutuhkan penghijauan secara terus menerus. PT Pusri pun akan berupaya melakukan penanam bambu hingga satu juta batang," ujarnya. 

PT Pusri pada 2013 mengalokasikan dana untuk pengadaan bibit bambu yang didatangkan dari luar daerah ini senilai Rp100 juta. Namun saat ini penanaman baru dilakukan secara bertahap atau tiga bulan sekali, sebab perusahaan tersebut kesulitan untuk mendapatkan bibit bambu. 

"Bibit bambu petung itu harus dipesan dulu dari luar daerah. Itupun butuh waktu karena menunggu proses pembibitaan," kata Musthofa yang didampingi para direksi PT Pusri tersebut. 

PT Pusri memprioritaskan tanaman penghijauan bambu petung di bantaran Sungai Musi karena dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi pendangkalan di beberapa titik di bagian hulu dan hilir. 

Dari informasi yang diperoleh Pusri terdapat sedikitnya ada 14 titik pendangkalan Sungai Musi, sehingga dikhawatirkan ke depan kelestarian lingkungan sungai akan mengganggu jalur transportasi angkutan sungai. Mengacu dari itu perusahaan secara bertahap meningkatkan kepedulian ekologi terhadap kelangsungan kelestarian sungai. (NE*I016) 

Editor: Indra Gultom

COPYRIGHT © 2013



Layanan Pelanggan Laporan Tata Kelola Info Publik FAQ