LINGKUNGAN HIDUP
"Program ini juga untuk pemberdayaan masyarakat karena prospeknya yang tinggi sebagai tanaman industri, yakni sebagai bahan baku industri tekstil dan industri kreatif."Musthofa, Direktur Utama PT Pusri.
Sungai Musi merupakan salah satu urat nadi kehidupan warga Sumatera Selatan, termasuk warga Palembang. Namun, kejernihan sungai itu kini sudah pudar. Beberapa bagian alur Sungai Musi sudah tergerus erosi dan abrasi.
Bukan hal yang aneh lagi jika sekarang ini melihat sampah berupa sandal, plastik atau kayu mengapung terbawa arus sungai itu. Belum lagi tumbuhan eceng gondok liar yang hijau terlihat di sana-sini, memenuhi pinggiran tanah tegalan. Air Sunyai Musi yang pasang-surut terlihat tidak lagi jernih, namun justru seperti susu kental manis yang diaduk dengan bubuk cokelat, menjadi pekat.
Dalam satu dasawarsa terakhir, para pelaku bisnis dan usaha yang mengandalkan Sungai Musi merasa resah akan kondisi sungai yang membelah dua kawasan Palembang, Seberang Ulu dan Seberang Ilir, itu.
Resah karena kondisi Musi yang kian dangkal sehingga membuat kapal-kapal ukuran besar tidak mampu lagi buang jangkar mendekati tanah tegalan. Kapal besar hanya bisa sandar di muara Sungai Musi. Kondisi itu sudah tentu secara ekonomi berdampak merugikan pelaku bisnis karena harus mengeluarkan biaya ekstra.
Itu dari segi ekonomi. Belum lagi apabila mengeluhkan kondisi Musi dari aspek sedimentasi dan erosi. Apalagi jika harus bicara soal pencemaran. Konon kondisi air Sungai Musi sudah menjadi makin tercemar karena berbagai limbah yang dibuang seenaknya.
Ditambah lagi kebiasaan warga yang bermukin di pinggiran Sungai Musi yang buang air besar sembarangan. Musi menjadi empang raksasa yang menampung berbagai beban. Jadi bebannya kian berat dari berbagai sisi.
Pada era pemerintahan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) lperiode 1983-1993, Ramli Hasan Basri, Sungai Musi menjadi perhatian serius putra kelahiran Ranau itu. Lewat satu dari sebelas proyek strategisnya, Ramli mencanangkan pengerukan lumpur Sungai Musi.
Beberapa perusahaan terkait secara "keroyokan" dia ajak menggali lumpur Musi untuk kemudian ditimbunkan ke kawasan rawa-rawa di daerah Jakabaring, Palembang. Ramli sangat bersemangat menggali Sungai Musi. Selama dia berkuasa dua periode memimpin Sumsel, Sungai Musi masih dapat dilewati kapal-kapal bermuatan berat. Kapal-kapal itu mengangkut berbagai hasil pertanian dan industri daerah itu.
Sepuluh tahun berlalu, lantas bagaimana nasib Musi? Beda pemimpin, tentu beda pula kebijakan. Sepeninggal Ramli, proyek pengerukan Sungai Musi tidak lagi menjadi prioritas. Begitu seterusnya, hingga kini sistem "keroyokan" menggali lumpur Musi sudah tenggelam bak jangkar kapal yang bersandar di muara sungai itu.
Rupanya keresahan akan kondisi Musi makin menyesakkan. Salah satu perusahaan yang resah itu adalah PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang. Maka pada pertengahan 2013, Direktur Utama PT Pusri, Musthofa, mengajak para stakeholder untuk urunan mengeruk kembali lumpur Sungai Musi. Namun upaya itu tidak lantas gayung bersambut.
Hingga kini belum ada tindak lanjut atas ajakan bersama-sama mengeruk Sungai Musi. Sebagai perusahaan yang peduli terhadap ekosistem, Pusri juga peduli terhadap kondisi Musi.
Sejak awal Juli 2013 lalu, perusahaan yang bernaung di bawah bendera PT Pupuk Indonesia Holding Company itu menanam pohon bambu sepanjang tepian Sungai Musi. Tahap awal ada seribu bibit pohon bambu yang ditanam.
"Penanaman ini akan dilakukan terus-menerus setiap tahun, sehingga akan ada sejuta bambu yang tumbuh di tegalan Musi," kata Musthofa.
Program yang diberi tajuk "Serumpun Bambu, Sejuta Berkah" itu merupakan salah satu bentuk kepedulian perusahaan pupuk tersebut terhadap lingkungan hidup, khususnya terhadap Sungai Musi yang saat ini terus mengalami pendangkalan. Mengapa bambu? Menurut Sekretaris Perusahaan PT Pusri Palembang, Zain Ismed, bambu memiliki banyak kegunaan. Selain mampu menahan erosi, menampung air, juga dapat dijadikan sumber pendapatan dan makanan.
Bambu bisa dibuat jadi apa saja. Mulai rebung hingga tunasnya bisa dimakan. Di sisi lain, budaya Indonesia tidak terlepas dari peranan bambu. Ya, bambu bisa untuk keperluan rumah rakit, rumah tinggal, tempat tidur, alat musik, alat memasak, hingga senjata yang digunakan melawan penjajah. Kelak bambu yang ditanam bisa menjadi sumber ekonomi masyarakat, terutama yang berada di bantaran Sungai Musi.
Manfaat lain bambu, dapat menahan erosi dan abrasi sehingga pendangkalan Sungai Musi dapat dicegah. "Program ini juga untuk pemberdayaan masyarakat karena prospeknya yang tinggi sebagai tanaman industri, yakni sebagai bahan baku industri tekstil dan industri kreatif," kata Musthofa.
Pusri Palembang yang mengemas kegiatan itu dalam program corporate social responsibility (CSR) menganggarkan dana sekitar Rp 100 juta untuk pengadaan bibit bambu setiap tahun. Selain bambu, Pusri juga menanam pohon manggis, jabon, ketapang, gaharu, dan salam untuk menjaga ekologi dan mendorong pemberdayaan masyarakat.
"Diharapkan, empat tahun kemudian apa yang kita tanam ini akan menjadi rumpun dan mampu mencegah erosi serta memperbaiki persediaan air tanah yang bersifat permanen," kata Musthofa.
Lantas, bagaimana dengan ajakan "mengeroyok" lumpur Musi? Bilakah terealisasi? Jawabannya pasti bisa, selagi ada political will dari semua pemangku kebijakan. Terlebih Musi adalah sumber ekonomi bagi masyarakat, perusahaan, dan tentu saja pemerintah daerah setempat. (Dwi Putro AA)