Jakarta, CNBC Indonesia - Industri pupuk nasional terancam sekarat karena kurangnya pasokan gas. Jika tidak segera di atasi masalah ini akan membuat industri pupuk menutup pabriknya dan target produksi pupuk nasional bisa-bisa tidak tercapai.
Berdasarkan data Pupuk Indonesia, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Pupuk Kujang dan PT Petrokimia Gresik masih kekurangan pasokan gas sebagai bahan baku untuk pembuatan pupuk.
Sementara untuk Pusri Palembang, pasokan gas tidak ada masalah sampai 2023. Tapi alokasi untuk 2024 belum terjamin dan diperkirakan akan kurang.
Peristiwa serupa sebenarnya juga pernah terjadi di tahun 2013. Mengutip situs resmi Kementerian Perindustrian, pada 2013 kekurangan pasokan gas juga dialami oleh PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) yang berlokasi di Lhokseumawe, Aceh Utara.
Untuk antisipasi jangka pendek, PIM diupayakan mendapatkan gas dari kilang Arun, yang mengolah gas dari ladang Tangguh, Papua Barat milik BP.
Namun karena jarak yang jauh, biaya yang harus ditanggung pun lebih besar. Untuk 1 kargo gas dengan muatan 3.300 million metric standard cubic gas (mmscfd) sehingga PIM harus merogoh US$ 24juta.
Akibatnya, PIM terpaksa menonaktifkan satu dari dua pabrik yang ada. Produksi PIM dengan mengoperasikan satu pabrik mencapai 50.000 ton per bulan.
Hal tersebut kembali terjadi di tahun ini. Jika berlarut-larut maka akan sangat sulit untuk mencapai target produksi pupuk dalam negeri.
Menurut Direktorat Jenderal Minyak danGasBumiKementerianESDM, jenis gas yang digunakan untuk produksi pupuk adalah gas lean gassepertimetanadanetana yang jumlahnya melimpah di alam.
Selain itu, RI juga memiliki cadangan gas terbesar kedua di Asia Pasifik hanya kalah dari China. Menurut BP, cadangan gas Indonesia mencapai 2,8 triliun m3 pada 2018. Jika produksi gas alam Indonesia per tahun mencapai 72,8 miliar m3 maka cadangan tersebut cukup untuk kurang lebih 40 tahun ke depan.
Masalahnya di Distribusi
Kalau dalam satu tahun produksi gas mencapai 72,8 miliar m3 maka produksi per hari mencapai 199,4 juta m3. Total kebutuhan gas untuk lima entitas produsen pupuk terbesar tanah air mencapai 891 mmscfd atau setara dengan kurang lebih 25-26 juta m3 per hari.
Menurut data CEIC, total konsumsi gas Indonesia per hari setara dengan 106,78 juta m3. Artinya jika dibandingkan dengan produksi masih surplus. Mengacu data di atas, artinya Indonesia tidak sedang krisis gas. Jumlah yang diekspor pun juga semakin lama semakin berkurang. Sejak 2013, porsi penggunaan dalam negeri selalu lebih besar ketimbang ekspor.
Fenomena kekurangan pasokan gas untuk industri pupuk ini disampaikan oleh Direktur PT Pupuk Indonesia Holding Company Aas Asikin Indat kemarin di hadapan anggota komisi VII DPR RI.
"Melihat supply dan demand, bukannya ngeri. Tapi ini ngeri sekali!" ujar Kardaya Warnika salah satu anggota dewan, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama PT Pupuk Indonesia, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), BPH Migas, dan Kementerian ESDM sendiri, kemarin.
Di hadapan para anggota dewan, Dirut PT Pupuk menjelaskan banyak kontrak gas yang akan berakhir dalam dua tiga tahun mendatang, dan belum ada kepastian perpanjangan bagi pabrik-pabrik pupuk.
"Industri pupuk memerlukan pasokan gas yang jangka panjang, sementara ini 2-3 tahun kami harapkan bisa jangka panjang. Mayoritas gas berakhir di 2021-2022, dan banyak yang belum ada kepastian gasnya termasuk alokasinya belum kami terima," ujar Asikin, saat rapat dengar pendapat bersama pemangku kepentingan di gedung dewan. Kamis (05/12/2019).
Masalah tak sampai di situ saja, harga gas untuk pupuk juga dinilai masih terlalu tinggi. Padahal, gas bumi adalah bahan baku utama untuk produksi pupuk urea dengan komposisi kurang lebih 70% dari total biaya produksi.
Artinya masalah kekurangan pasokan bukan karena Indonesia krisis gas tapi lebih ke arah distribusinya. Pemerintah harus segera menangani masalah ini jangan sampai target produksi pupuk nasional tak tercapai ujung-unjungnya memberatkan petani dan produktivitas jadi turun.
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/news/20191206160928-4-121025/miris-industri-pupuk-ri-sekarat-di-tengah-berlimpahnya-gas