Ketidakpastian Pabrik Pupuk
Jakarta - Mulai tahun 2011, beberapa pabrik pupuk di Indonesia akan menghadapi ketidakpastian pasokan gas karena kontrak dengan produsen gas habis. Revitalisasi pabrik pupuk terancam tidak maksimal karena kelangkaan gas akan mengganggu produksi.
Demikian dikatakan Ketua Kelompok Kerja Pupuk Nasional sekaligus Deputi Bidang Koordinasi Perdagangan dan Industri Menko Perekonomian Edy Putra Irawadi di Jakarta, Rabu (3/2).
Menurut Edy, revitalisasi industri pupuk diperkirakan butuh dua tahapan karena pasokan gas yang dibutuhkan tidak maksimal akibat banyaknya aliran gas ke pasar internasional.
Pada tahap I, dari 14 unit pabrik pupuk urea yang ada, lima di antaranya akan diganti dengan enam pabrik baru sehingga diharapkan kapasitasnya akan meningkat dari 8,048 juta ton per tahun menjadi 10,443 juta ton.
Kebutuhan pasokan gas bumi yang diperlukan meningkat dari 793 juta standar kaki kubik (MMSCFD) menjadi 981 MMSCFD.
”Adapun pada tahap II, pemerintah akan mendorong pembangunan lima unit pabrik pupuk urea di sumber bahan baku gas, yakni Senoro, Tangguh, dan Masela. Kapasitasnya diperkirakan 5,775 juta ton per tahun, dengan kebutuhan gas sebanyak 455 MMSCFD,” ungkapnya.
Berdasarkan informasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, kemampuan pasokan gas pada revitalisasi tahap I, dari rencana enam pabrik pupuk urea, hanya dua unit yang sudah diperoleh indikasi ketersediaan gasnya, yaitu PKT (Pupuk Kaltim)-5 dan PKG (Pabrik Kimia Gresik)-2.
Kontrak berakhir
Masalah pasokan gas juga muncul pada pabrik-pabrik pupuk yang tidak direvitalisasi. Di Pupuk Sriwijaya (Pusri), kontrak dengan Pertamina EP akan berakhir tahun 2012.
Sementara di Pupuk Kaltim, pabrik PKT-5, yang merupakan revitalisasi dari PKT-1, sedang dalam penyelesaian negosiasi harga untuk pasokan gas sebanyak 80 MMSCFD.
Adapun Pupuk Iskandar Muda (PIM) hingga tahun 2011 masih akan mendapatkan pasokan gas dari swap (pertukaran) dan pembelian memakai kargo yang setara 11 kargo per tahun.
Mulai 2012, PIM akan dipasok dari Blok A (Medco), tetapi masih mengalami hambatan perpanjangan izin Medco yang berpotensi menunda pasokan dari Blok A tersebut.
Di Pabrik Kimia Gresik (PKG), unit pabrik PKG-2 merupakan proyek tambahan pabrik 1 unit yang diharapkan mulai berproduksi tahun 2013. Namun, sumber gas dari Exxon Cepu baru tersedia tahun 2015.
Pengamat pertanian Bustanul Arifin menegaskan, untuk tahap awal, pemerintah sebaiknya menyuntikkan modal melalui penyertaan modal negara sehingga pabrik-pabrik pupuk itu bisa melakukan ekspansi produksi.
Masalah lain yang jauh lebih penting adalah keruwetan produksi dan distribusi pupuk yang terkait dengan tata kelola kebijakan alokasi gas alam dan rayonisasi distribusi.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Mustafa Abubakar menyatakan, pihaknya akan menata perusahaan pupuk BUMN agar lebih efisien. Misalnya, dengan menciptakan perusahaan holding pupuk standar.
”Selama ini PT Pusri merangkap sebagai holding, seharusnya tidak demikian. Pusri harus distandarkan,” katanya. (OIN/mas)