Harga TBS Turun, Harga Pupuk Naik
Perlu Kebijakan untuk Dukung Petani Kelapa Sawit.
Melemahnya harga minyak mentah kelapa sawit atau CPO yang berlangsung selama dua minggu terakhir turut menyeret turun harga tandan buah segar kelapa sawit. Para petani mengkhawatirkan hal ini karena merosotnya harga TBS terjadi di tengah melonjaknya harga dan langkanya pupuk.
Jika hari Senin (28/7), harga tandan buah segar (TBS) masih Rp 1.650 per kilogram-Rp 1.800 per kg, pada Sabtu (2/8) sudah anjlok hingga Rp 1.020 per kg.
Keresahan petani ini terekam dalam pemantauan di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, dan Kabupaten Aceh Tamiang, Nanggroe Aceh Darussalam, Sabtu dan Minggu (3/8).
Mereka berharap pemerintah berbuat sesuatu untuk mempermudah petani kelapa sawit merawat kebunnya.
Harga di tingkat petani sudah turun sejak pekan terakhir bulan Juni. Ketika itu, eksportir CPO sudah menurunkan harga pembelian bahan baku untuk mengantisipasi penetapan tarif pungutan ekspor (PE) 20 persen yang akan berlaku di bulan Juli.
?Harga turun banyak sekali. Kalau terus seperti ini, kami pasti kesulitan membeli pupuk,? kata Aminuddin (45), petani di Kecamatan Besitang, Langkat.
Adi, agen penampung TBS di Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang, mengatakan, fluktuasi harga saat ini terjadi setiap hari. Sebelum menyentuh Rp 1.020 per kg, Adi membeli TBS petani seharga Rp 1.160 per kg.
Kebutuhan modal petani.
Petani di Tenggulun, Aceh Tamiang, Lukmanul Hakim (34), mengatakan, harga pupuk TSP dan KCL mencapai Rp 500.000 per karung untuk ukuran 50 kg. Adapun harga pupuk urea mencapai Rp 10.000 per kg.
Hal ini jauh di atas harga pupuk dua pekan lalu. Ketika itu, harga pupuk urea masih berkisar Rp 7.000-Rp 8.000 per kg, TSP Rp 9.000 per kg, dan NPK Rp 11.000 per kg.
?Sudah harga pupuknya mahal, barangnya pun sulit didapat di pasar. Pemerintah seharusnya membantu kami,? ujar Hakim.
Pupuk berkontribusi hampir 60 persen dalam meningkatkan produktivitas kebun kelapa sawit. Meski tidak mendapat alokasi pupuk bersubsidi, petani kebun berharap pemerintah menjamin ketersediaan pupuk di pasar.
Petani membutuhkan modal sedikitnya Rp 11,3 juta per hektar per tahun untuk memupuk kebunnya dengan rutin. Minimnya pemupukan membuat produktivitas kebun rakyat hanya berkisar 10 ton-13 ton TBS per hektar per tahun.
?Kalau perusahaan perkebunan, pasti bisa memesan langsung ke pabrik pupuk karena belanjanya dalam jumlah banyak. Kami ini kan tidak mungkin menyimpan stok banyak sehingga baru membeli pupuk eceran saat akan memupuk,? tutur Hakim.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sumardi Syarief mengatakan, pemerintah harus segera menyusun kebijakan konkret untuk mendukung petani kelapa sawit nasional.
Dari 6,7 juta hektar perkebunan kelapa sawit, 2,7 juta hektar di antaranya merupakan milik rakyat yang dikelola oleh dua juta petani.
?Pemerintah harus menyediakan penelitian dan pengembangan kelapa sawit murah untuk petani serta sertifikasi lahan gratis. Kedua hal ini bisa meningkatkan produktivitas kebun dan sumber daya manusia petani dalam menambah skala usahanya,? papar Sumardi.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia Sahat Sinaga meminta pemerintah memerhatikan sektor perkebunan. ?Kelapa sawit dan karet merupakan komoditas andalan Indonesia,? katanya.