Stok Pupuk Bersubsidi Aman
Total Kebutuhan Pupuk Bersubsidi Tahun 2015 Capai 9,55 Juta Ton
JAKARTA - Stok pupuk bersubsidi seacar nasional dalam menghadapi musim tanam bulan April 2015 ini dipastikan aman. Bahkan stok yang disiapkan melebihi dari ketentuan peraturan Menteri Pertanian (Permentan)
Sekretaris Perusahaan PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) Budi Asikin mengatakan, hal itu didasarkan pada data pelaksanaan yang telah dihimpun pihaknya sebagai induk dari lima produsen pupuk BUMN pupuk. Menurut dia, amannya kondisi stok karena produsen telah mengalokasikan jauh dari permintaan yang diajukan dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) petani di daerah yang mencapai 13,18 juta ton.
Sesuai peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.130/2014 tertanggal 27 November 2014 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2015, total pupuk bersubsidi yang harus didistribusikan mencapai 9,55 juta ton. Pupuk bersubsidi tersebut terdiri dari urea (4,1 juta ton), NPK (2,55 juta ton), ZA (1,05 juta ton), organik (1,0 juta ton) dan SP-36 (850.000 ton).
"Masih ada kelebihan yang disiapkan agar pasokan ke petani bisa tetap terjaga. Jadi tidak usah khawati akan terjadi kelangkaan," kata Budi di Jakarta kemarin.
Budi menambahkan, sampai Maret 2015 dari 34 provinsi sudah ada 31 Gubernur yang mengeluarkan peraturan alokasi pupuk bersubsidi, dan dari 484 kabupaten, hanya 181 Bupati yang sudah menerbitkan peraturan alokasi pupuk di wilayahnya.
Budi menjelaskan mengenai isu kelangkaan pupuk yang sering diributkan akhir-akhir ini sebenarnya sudah berulang terjadi pada setiap musim tanam awal tahun. "Persoalannya ternyata masih sama. Petani tidak memperoleh pupuk ketika ingin menanam, padahal pupuknya sering kali ada di kios resmi, distributor, dan gudang-gudang produsen baik di lini III (Kabupaten) sampai I (pabrik)," kata dia.
Menurut dia, isu kelangkaan terjadi karena banyak faktor. Salah satu faktor yang selalu terjadi adalah peraturan Gubernur dan Bupati yang menjadi dasar alokasi dan penyaluran pupuk bersubsidi datang terlambat. "pupuknya ada, tapi kami sebagai produsentidak berani mendistribusikan tanpa ada dasar hukum, peraturan Gubernur dan Bupati," ujarnya.
Intinya, tegas dia, sebagai produsen, pihaknya baru akan menyalurkan pupuk bersubsidi bila ada perintah dari pemerintah baik pusat maupun daerah.
Sementara itu Manajer Humas PT Petrokimia Gresik (Petrogres) anak perusahaan PIHC Yusuf Wibisono mengatakan, petani juga memberi kontribusi dalam isu kelangkaan tersebut. "kios resmi tidak melayani pembelian pupuk oleh petani yang tidak masuk RDKK, karena setiap petani harus masuk kebutuhan pupuknya dalam RDKK," jelasnya.
Hal itu menjadi salah satu upaya untuk menekan peyelewengan pupuk bersubsidi, karena pembeli harus terdaftar. Hal lain yang menyebabkan kelangkaan menurut Yusuf, adalah pemakaian puupk yang berlebihan oleh petani, sehingga mempercepat jatah alokasi suatu daerah habis.
Dinas Pertanian dan Perkebunan di daerah maupun produsen merekomendasikan pemakaian pupuk dengan komposisi 5:3:2 yaitu 500 kg organik, 300 kg NPK, dan 200 kg urea untuk satu hektar sawah. Namun sebagian besar petani masih menggunakan pupuk diatas rekomendasi tersebut.
PIHC telah mempersiapkan sejumlah investasi untuk menambah kapasitas produksi di anak perusahaannya, antar alain, PT Pupuk Kalimantan Timur, Petrogres PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri), dan PT Pupuk Kujang Cikampek.
Koran Sindo / anton c.