JAKARTA-MI: PT Pupuk Sriwidjaja (Persero), salah satu pembeli potensial gas dari lapangan Donggi-Senoro, mengaku masih menunggu keputusan pemerintah terkait harga jual dan jatah pasokan gas yang mereka dapat.
BUMN produsen pupuk itu menyatakan sudah menyerahkan semua data pelengkap ke pemerintah dan akan mengikuti apapun keputusan pemerintah. Menurut Direktur Utama PT Pusri Dadang Heru Kodri, pihaknya menyadari jika harga jual memang akan sangat tergantung kepada sistem subsidi pemerintah dan harga pasar internasional untuk amonia dan urea.
Namun, sebagai bahan pertimbangan nantinya, dia mengakui pihaknya akan sulit bersaing jika patokannya nanti didasarkan atas harga LNG ekspor. "Ini yang kita maksud ikut pemerintah saja," ujarnya melalui pesan singkatnya kepada Media Indonesia, Minggu (6/6).
Menurut dia, sampai kini pihaknya belum mengetahui berapa pasokan gas yang mereka dapat dari lapangan gas itu. Untuk itu, tiga kementerian terkait, yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian
ESDM dan Kementerian Pertanian akan duduk bersama guna membahas semua opsi.
Sebelumnya, dalam proyek nasional itu, Pusri berkewajiban membangun tiga pabrik baru di Sumatra Selatan dan Donggi-Senoro, Sulawesi Tengah. Proyek itu bisa segera dimulai apabila pemerintah menjamin seluruh kebutuhan gas ketiga pabrik tersebut minimal selama 20 tahun.
Menurut Dadang, pabrik baru Pusri di Donggi-Senoro membutuhkan gas sekitar 90 MMSCFD (juta standar kaki kubik per hari). Namun, pemerintah hanya berkomitmen mengalokasikan gas untuk pabrik tersebut sekitar 60 MMSCFD atau 66,7% dari total kebutuhan.
Selain itu, masih terjadi tawar-menawar terkait kesepakatan harga gas Donggi-Senoro. Senoro meminta harga gas US$5,6 per MMBTU (million British Termal Units). Sementara Pusri menawar dengan harga gas US$4,5 per MMBTU. "Ini adalah tawaran terakhir yang kami berikan," katanya. (*)