Menanggapi isu yang menyebar di masyarakat tentang dugaan asap PT Pusri menutupi proses Gerhana Matahari Total (GMT) pada 09 Maret 2016 lalu, berikut penjelasan teknis agar dapat dipahami bersama.
Pada saat terjadinya proses GMT, Pabrik Pusri-II, Pusri-III, Pusri-IV, dan Pusri-IB beroperasi normal. Dalam keadaan tersebut, pabrik tidak mengeluarkan asap, yang dikeluarkan adalah air yang terbawa udara dari Cooling Tower tiap pabrik membentuk uap air (steam), dengan rincian sebagai berikut:
- Cooling Tower Pusri-IB : 2 m3/menit
- Cooling Tower Pusri-II : 1.9 m3/menit
- Cooling Tower Pusri-III : 3 m3/menit
- Cooling Tower Pusri-IV : 3 m3/menit.
Air yang terbawa udara tersebut bergerak ke atas dengan ketinggian yang tidak terlalu tinggi (±30 m dari permukaan tanah) dan akan jatuh kebawah sebagai butiran-butiran seperti hujan di sekitar area Pusri tergantung pada arah angin. Adalah hal yang mustahil air tersebut akan mencapai ketinggian awan yang ribuan meter dari permukaan tanah dan menutupi pandangan ketika Gerhana Matahari Total.
Pabrik Amoniak dan Urea dari PT Pusri Palembang adalah industri dengan sifat khusus sehingga memerlukan perlakuan tertentu untuk mematikan dan menghidupkannya. Apabila pabrik harus dimatikan, diperlukan waktu selama 2 (dua) hari untuk proses mematikan dengan aman tanpa merusak peralatan dan tanpa menimbulkan pencemaran karena terbuangnya gas amoniak dan carbamate. Sedangkan untuk menghidupkan pabrik sampai berproduksi normal (menghasilkan amoniak dan urea) diperlukan waktu 3 (tiga) hari.
Hal yang pling penting untuk dipahami adalah walaupun semua pabrik Amoniak dan Urea di Pusri dimatikan, Cooling Tower harus tetap dalam keadaan beroperasi (mustahil dimatikan) karena berfungsi sebagai pendingin udara dan oil pada pembangkit listrik, serta sebagai pendingin peralatan yang digunakan untuk menjaga kondisi tangki Amonia.
Apabila Cooling Tower dimatikan maka pembangkit listrik akan padam dan tangki Amonia tdk dapat dikondisikan karena ketiadaan listrik dan Cooling Water. Hal ini akan berakibat terjadi venting (pembuangan) Amoniak dari tangki Amonia secara besar-besaran yang akan membahayakan kondisi lingkungan di seluruh Sumatera Selatan khususnya Kota Palembang. Efek dari bau Amoniak tersebut sangat mungkin terbawa sampai ke Jembatan Ampera dan seluruh wilayah Sumatera Selatan.
Selain faktor bahaya lingkungan di atas, apabila Pusri tidak beroperasi selama 5 hari (2 hari mematikan dan 3 hari menghidupkan kembali), akan terjadi kehilangan produksi Urea sebanyak 30.000 ton yang berakibat pada berkurangnya stok pupuk untuk petani. Hal ini tentu menggangu program swasembada dan kedaulatan pangan yang digaungkan pemerintah pusat. Disamping itu, pada saat mematikan dan menghidupkan kembali pabrik tersebut (selama 5 hari) harus dilakukan venting/pembuangan gas alam yang jumlahnya cukup besar dimana gas alam tersebut tetap harus dibayar oleh Pusri ke pihak pemasok gas dalam jumlah yang tidak sedikit.
Begitu banyak alasan yang mendasari PT Pusri untuk tetap beroperasi saat proses GMT berlangsung semata-mata bukan untuk kepentingan pihak korporasi saja, namun untuk kepentingan masyarakat yang lebih besar yaitu menuju bangsa Indonesia yang berdaulat pangan. Hal ini sejalan dengan makna keberadaan PT Pusri untuk Kemandirian Pangan dan Kehidupan Yang Lebih Baik.
Humas PT Pusri Palembang