Pusri bangun pabrik senilai Rp7,4 triliun
Jakarta (ANTARA News) - PT Pupuk Sriwidjaja Palembang dan konsorsium PT Rekayasa Industri dan Toyo Engineering Corporation sepakat menandatangani kontrak pembangunan proyek pabrik Pusri II-B dengan nilai investasi Rp7,4 triliun.
"Pembangunan pabrik Pusri II-B untuk mengganti Pabrik Pusri II yang sudah tidak efisien. Pembangunan ini bagian dari revitalisasi pabrik pupuk untuk meningkatkan efisiensi, daya saing dan kesinambungan usaha," kata Direktur Utama PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, Musthofa, dalam siaran persnya.
Penandatanganan kontrak dilakukan antara Dirut Pupuk Sriwidjaja Palembang, Musthofa, Dirut Rekayasa Industri M. Ali Suharsono, dan Representative Director & Division Director International Sales Toyo Engineering Corp, Hideki Shiinoki, yang disaksikan Menteri BUMN Dahlan Iskan, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Arifin Tasrif.
Menurut Musthofa, pabrik Pusri II-B menggunakan teknologi KBR Purifier Technology untuk pabrik amonia dan teknologi Aces 21 milik Toyo dan Pusri sebagai co-licencor untuk pabrik urea.
Ada pun kapasitas pabrik amonia mencapai 2.000 ton/hari atau 660.000 ton per tahun) dan kapasitas pabrik urea 2.750 ton per hari atau 907.500 ton per tahun.
Dalam rangka mengoptimalkan pemakaian gas untuk bahan baku pabrik maka untuk bahan bakar pembangkit steam dan listrik diganti dengan batubara.
"Dengan digantinya Pabrik Pusri II, yang saat ini memiliki kapasitas 450.000 ton per tahun, dengan Pabrik Pusri II-B akan menambah produksi sebesar 457.500 ton per tahun sehingga total produksi urea Pusri menjadi 2,61 juta ton per tahun." ujar Musthofa.
Masa pembangunan pabrik Pusri II-B selama 34 bulan dan mulai berproduksi pada Desember 2015, setelah melalui rangkaian prakualifikasi sejak 31 Januari 2012, dan pengumuman pemenang lelang pada 12 November 2012.
Pabrik Pusri II-B yang berlokasi di Palembang, Sumatera Selatan ini dibiayai tujuh bank lokal dan asing yaitu BCA, BNI, BRI, Bank Mandiri, Bank Jawa Barat, Bank Sumsel Babel, dan Bank UOB Indonesia dengan menggunakan skema "club deal".
"Skema pembiayaan seperti ini mungkin merupakan yang pertama di lingkungan BUMN," ujar Menteri BUMN Dahlan Iskan.