09 January 2007
"Kendati demikian PKT masih menghasilkan laba sebelum pajak sekitar Rp 326 miliar (setelah konsolidasi) atau 537 persen di atas RKAP (Rencana Kerja Anggaran Perusahaan)," kata Plt Dirut PKT, IB Agra Kusuma pada keterangan pers, akhir pekan lalu, di Jakarta.
Sementara itu, PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) berharap bisa mengelola bisnis pupuk lebih leluasa. "Pada tahun 2007 manajemen PT Pusri mengharapkan pemerintah lebih memberikan keleluasaan untuk mengelola bisnis penjualan pupuk urea khususnya kebijakan untuk melakukan ekspor ke luar negeri," kata Direktur Utama PT Pusri Dadang Heru Kodri di tempat terpisah.
PKT pada tahun 2005 lalu, membukukan laba bersih konsolidasi sebesar Rp 383 miliar atau naik sekitar 151 persen dibanding tahun 2004 yang menghasilkan laba bersih Rp 152 miliar.
Agra mengatakan tahun 2006 banyak masalah dan tantangan yang dihadapi industri pupuk nasional pada umumnya, terutama terkait pasokan gas. Tahun 2006, PKT mendapat tugas PSO (public service obligation) berupa swap gas sebanyak 10 persen dari gas yang dimiliki PKT atau tiga kargo LNG untuk menghidupkan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) selama enam bulan. Akibatnya PKT kehilangan potensi produksi urea sekitar 350 ribu ton.
"Kondisi keuangan PKT terbantu oleh kebijakan pemerintah yang sejak September 2006 mengubah pola subsidi pupuk dari subsidi gas menjadi subsidi harga. Kami berterima kasih kepada pemerintah dan DPR atas upayanya membantu pabrik pupuk," katanya.
Kendati laba PKT turun tahun ini, namun ditambahkan Direktur Keuangan Eko Sunarko, deviden yang diserahkan BUMN pupuk itu kepada pemerintah mencapai Rp 113,5 miliar atau naik dibandingkan tahun 2005 yang mencapai Rp 59 miliar.
Lebih jauh, Plt Dirut PKT IB Agra Kusuma yang juga Direktur Pemasaran mengatakan pada 2006 produksi urea PKT mencapai 2,193 juta ton turun dibandingkan tahun 2005 yang mencapai 2,665 jutaton. Namun produksi urea 2006 sedikit lebih tinggi dari RKAP yang ditargetkan sebesar 2,113 juta ton.
Demikian pula dengan amonia, produksinya hanya mencapai 1,571 juta ton atau 104 persen di atas RKAP sebesar 1,504 juta ton, namun turun dibandingkan tahun 2006 yang mencapai 1,866 juga ton.
"Dari jumlah urea yang kami produksi itu, sekitar 1,6 juta ton dipasok untuk memenuhi PSO kebutuhan pupuk urea bersubsidi atau 105 persen di atas SK Mentan. Di samping itu juga memasok pupuk untuk wilayah kerja produsen lain yang mengalami gangguan teknis," katanya.
Agra mengatakan sampai akhir tahun 2006 total distribusi pupuk urea ke produsen lain mencapai 193.038 ton yang terdiri dari pasokan ke Petrogres di Jatim (51 ribu ton), PIM di NAD (54.603 ton), dan Pusri (87.135 ton).
Laba PKT, kata dia, juga diperoleh dari penjualan pupuk non subsidi ke perkebunan dan industri. Pada 2006 total omzet penjualan pupuk non subsidi sebesar 668.837 ton dan amonia sebanyak 396.434 ton mencapai Rp4,977 triliun.
Ekspor
Dirut Pusri Dadang mengatakan keleluasan untuk mengelola pupuk diharapkan PT Pusri itu terkait dengan tidak dikeluarkannya izin untuk ekspor pupuk urea tahun 2006. Kebijakan itu akibat kekhawatiran pemerintah akan kurangnya stok urea pupuk bersubsidi di petani. Padahal selama tahun 2006 produksi pupuk urea di gudang-gudang yang ada berlimpah sehingga harus melakukan open storage (penyimpanan pupuk di luar gudang) dan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
"Jika PT Pusri sudah menjamin stok urea bersubsidi aman, itu artinya dengan neraca pupuk yang sudah benar tentu Pusri diizinkan untuk ekspor. Namun selama ini ada kekhawatiran bahwa Pusri tidak bisa melayani seluruh kebutuhan pupuk subsidi. Namun Alhamudulillah semuanya bisa", ujar kata Dadang.
PT Pusri juga mengharapkan pemerintah memberikan jalan keluar kepada BUMN pupuk yang berkantor pusat di Palembang ini. Apalagi adanya penyimpanan pupuk yang terlalu lama cukup merepotnya kalau kalau terjadi kerusakan sebab keterbasan masa penyimpanan. "Kita mengharapkan pemerintah memberi jalan keluar sebab pupuk itu ada umurnya dan bisa rusak jika terlalu lama di simpan", tambahnya.
Dadang menjelaskan, jika Pusri sudah memberikan angka riil kebutuhan pupuk nasional itu berarti bahwa kebutuhan urea akan dijamin tidak perlu ada kekhawatiran bahwa urea bersubsidi itu bisa kurang. "Apalagi angkanya sudah jelas ada. Kalau kebutuhan misalnya 4,3 juta ton, dan produksi kita 5,6 juta, berarti ada kelebihan produksi," ungkap Dadang.
(oed/ant )
Share
05 November 2024
Temu Tani & Tinjauan Aset29 October 2024
Buletin Pusri Edisi 30914 October 2024
PENDAFTARAN MUSI COMPETITION RESMI DIBUKA