Keberlanjutan Industri Pupuk Perlu Dijaga
Pusri Gelar workshop Pupuk
PALEMBANG, SRIPO-Keberlanjutan (sustainability), atau revitalisasi industri pupuk mutlak karena posisinya sebagai industri strategis dalam menyokong sektor pertanian. Untuk itu perlu adanya konsistensi kebijakan sehingga industri dapat mengembangkan diri secara optimal.
Demikian diungkapkan Sekretaris Kementrian BUMN M. Said Didu, Selasa pada acara Workshop Pupuk bertema menata kembali Industri dan Distribusi pupuk yang dihadiri oleh jajaran direksi produsen pupuk di Indonesia di PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang, Jum’at (14/8).
Berbicara sustainabelility, menurut Said Didu, PT Pusri termaksud terlambat dalam hal peremajaan pabrik. “Usia pabrik sudah diatas 20 tahun. Dalam hal ini sudah semestinya ada pemikiran kearah peremajaan atau replacement,” katanya.
“Kita perubahan ketegasan sehingga industri pupuk akan tetap langgeng, karena industri pupuk merupakan program jangka panjang,” ungkapnya dalam menurutnya, saat ini ada dua hal kebijakan publik yang perlu dijalankan, pertama yakni menyangkut kebijakan bahan baku, seperti gas, dan harga penjualan pupuk, apakah perlu dilepas secara mekanisme atau tidak.
Kalau hal ini dapat dijalankan, lanjutnya produsen pupuk akan aman, dan studi kelayakan dalam merevitalisasi pabrik yang sudah berumur tua akan gagal. “Lihat saja pembaharuan untuk merevitalisasi sejumlah ke 5 pabrik masih jalan di tempat, karena pengaruh dari kebijakan yang berubah-ubah tersebut,” akunya.
Said menjelaskan, dengan kondisi ini studi kelayakan yang sudah tersusun tersebut apabila masuk ke sistem perbankan masih banyak tanda Tanya dan dampaknya program tidak jalan.
Pada revitalisasi pabrik pupuk saat ini sangat mendesak, karena dari lima pabrik yang sudah berumur tersebut komsumsinya sangat boros, hampir rata-rata 30 per Mbbtu, idealnya gas yang digunakan hanya 24 per Mbbtu sehingga dengan adanya pabrik baru tersebut setidaknya dapat menekan biaya gas mencapai 30 persen.
Kondisi inilah yang menjadi kendala dalam industri pupuk di Tanah Air, sehingga melalui Workshop ini perlu pembaharuan dalam kebijakan publik yang menyangkut industri pupuk.
Fachry Ali, Ketua Komite Kebijakan Publik (KKP) Kementrian BUMN menjelaskan distribusi pupuk seharusnya secara fear, saat ini masalah pupuk sudah dianggap persoalan politik, karena mereka berebut untuk merumuskan soal kebijakan pupuk, di dalamnya banyak instansi terkait, seperti Departemen Pertanian dan Perdagangan dan Kementrian. Komitmen dalam pembahasan ini setidaknya limatahun kedepan. Problem industri pupuk tidak bisa bermain secara coorperasi karena mereka hidup dibawah tekanan dari departemen.
Kasus kebutuhan gas sendiri, lanjutnya sepertinya agak ironis, karena pembelian gas menggunakan harga dollar, hal ini tentu sangat riskan pada industri pupuk, karena apabila terjadi perubahan harga dollar berpengaruh sekali dengan industri pupuk.
”Sekarang ini belum ada kebijakan pupuk nasional yang membahas tentang ini,” ujarnya. Terkait dengan subsidi langsung ke petani atau ke produsen, Dadang Heru Kodri, Dirut PT Pusri menjelaskan hal ini tidak menjadi masalah, karena pada intinya semua produsen siap untuk menjalankannya, yang penting bagaimana pemerintah dapat memberikan jaminan segala hal, seperti menyangkut pasokan gas, karena industri pupuk perlu kepastian dan jaminan gas jangka panjang. (az)