Departemen Perdagangan mengancam menutup pintu barang importir pupuk yang belum memiliki sertifikat produk pengguna tanda (SPPT) Standar Nasional Indonesia (SNI).
Saat ini dari 60 importir, baru empat yang sudah memiliki SPPT SNI.
"Saya tidak mau memberi dispensasi, tapi kami akan lihat toleransi yang diperkenankan. Paling tidak kami harus dapat nama pabrik dan sudah penuhi standar apa belum. Minimal kami lihat quality plan-nya sudah penuhi ISO 9000 apa belum," kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Depperdag Diah Maulida kepada wartawan di Jakarta, Selasa (21/8).
Hal ini dijelaskan Diah terkait akan diberlakukannya pengetatan dan penerapan SNI wajib mulai 7 September 2007.
Penerapan dilakukan setelah sebelumnya Peraturan Menteri Perdagangan No 14/2007 terbit pada 7 Maret 2007. Sehingga, importir dan produsen mempunyai waktu enam bulan untuk mengurus SPPT SNI.
Meski begitu, Diah memastikan meski baru empat importir pupuk yang sudah memiliki SPPT SNI, pasokan pupuk impor masih tetap aman. Pasalnya, keempat importir tersebut merupakan importir terbesar pupuk.
"Misalnya untuk KCl (kalium klorida) dari 1,7 juta ton impor di semester pertama 2007, satu juta di antaranya diimpor PT Meroke Tetap Jaya yang telah memiliki SPPT SNI," jelasnya.
Selain pupuk, Diah menuturkan pengawasan juga akan dilakukan pada SNI wajib yang telah dinotifikasi ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Namun, untuk produk lainnya telah banyak importir dan produsen yang memilikinya. Produk lainnya yakni lampu swa ballast, tepung terigu, dan peralatan listrik seperti stop kontak, MCB, dan lainnya.
Meski begitu, pengawasan SNI wajib yang sudah dinotifikasi ini masih ada yang belum diterapkan dan dilakukan pengawasan sama sekali. Hal ini terjadi pada produk kipas angin. Produk yang telah dikenai SNI wajib ini ternyata tidak ada SPPT SNI.
"Paling siap dalam penerapan SNI wajib ini ialah di lampu swa ballast dan terigu," kata Diah. (Toh/OL-03)