Kabar Pusri

Pusri Tekan Biaya Nonproduksi Terkait Penguatan Dolar

20 July 2015

Palembang (ANTARA Sumsel) - PT Pupuk Sriwijaya menekan biaya nonproduksi untuk merespon penguatan dolar terhadap rupiah yang terjadi sejak awal tahun 2015.

Direktur Produksi PT Pusri Djohan Safri di Palembang, Senin, mengatakan upaya ini dilakukan agar pengeluaran perusahaan tetap sejalan dengan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP).

"Penguatan dolar jelas sangat berpengaruh karena Pusri membeli gas dan membayarnya dengan dolar. Dalam RKAP dipatok satu dolar di angka Rp11.500, tapi kini sudah dikisaran Rp13.200 jadi harus dilakukan penyesuaian, salah satunya dengan menekan biaya nonproduksi," kata dia.

Ia menjelaskan biaya nonproduksi itu, di antaranya bonus bagi karyawan, pembelian peralatan baru nonproduksi, dan lainnya.

"Pada prinsipnya, Pusri ingin agar pupuk yang dijual ini harganya terjangkau bagi masyarakat," ujar dia.

Ia tidak menampik, selisih kurs yang cukup tajam itu telah mempengaruhi aliran dana perusahaan sehingga dipastikan akan mengurangi keuntungan pada 2015.

Terkait berapa besar nominal dana yang sudah tergerus, Djohan enggan mengungkapkannya. "Yang jelas cukup besar," kata dia.

Meski dihadapkan persoalan peningkatan biaya produksi terkait penguatan dolar, Pusri tetap fokus menyiapkan pabrik baru Pusri II-B di Palembang, Sumatera Selatan, yang direncanakan beroperasi penuh pada Maret 2016 akan mendongrak produksi urea dari 2,1 juta ton menjadi 2,8 juta ton per tahun.

Menurut Djohan, target ini diprediksi langsung tercapai pada tahun pertama karena pabrik baru telah disiapkan maksimal untuk langsung mengantikan pabrik yang lama (Pusri II).

"Setelah Pusri II-B sepenuhnya dioperasikan, dan Pusri II dimatikan maka target langsung seratus persen yakni 2,8 juta ton urea atau meningkat 750 ribu ton dari sebelumnya," ujar Djohan.

Ia mengemukakan, keberadaan pabrik baru ini menjadi solusi utama atas stagnannya produksi Pusri dalam beberapa tahun terakhir.

"Pada 2014, Pusri membukukan produksi urea sebesar 2,10 juta ton, sementara pada 2015 menargetkan hanya meningkat tipis menjadi 2,15 juta ton. Artinya, jika ingin menambah produksi tidak ada cara lain selain membangun pabrik baru karena yang lama sudah stagnan," kata dia.

Editor: Parni
COPYRIGHT © 2015

Report Governance Public Info FAQ