Kabar Pusri

Pusri Berkomitmen Anti Suap

11 May 2010

PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) menggelar acara Penandatanganan Pakta Anti Suap dan diskusi panel di Graha Pupuk Sriwidjaja, Palembang (10/5). Acara dengan tema “Pakta Anti Suap Dalam Mewujudkan Tata Kelola Perusahaan yang Baik dan Memberantas Korupsi” terselenggara sebagai bentuk partisipasi dan komitmen Pusri untuk ambil bagian secara aktif dalam upaya pemberantasan korupsi melalui penerapan Good Corporate Governance (GCG).

Penandatanganan Pakta Anti Suap ini merupakan kelanjutan dari komitmen Pusri yang telah terlebih dahulu menandatangani Pakta Anti Suap dalam rapat koordinator pertama Komunitas Pengusaha Anti Suap (KUPAS) tanggal 18 Januari 2010. Penandatanganan bertujuan mencegah praktik suap, termasuk korupsi, menuju perusahaan pemerintah yang bersih dan berkinerja baik.

Dalam sambutannya, Direktur Utama Pusri, Dadang Heru Kodri mengharapkan agar gerakan anti korupsi dan anti suap dapat seperti fashion. “penyebarannya bisa sampai ke lapisan mana saja, dan marilah kita mulai dari diri sendiri dulu. Selain sebagai salah satu penyebab runtuhnya perusahaan, suap juga termasuk tindakan yang merugikan diri sendiri,” papar Dadang. “Pakta Anti Suap ini berlaku untuk seluruh karyawan Pusri, termasuk pula seluruh distributor dan rekanan. Semacam kontrak pribadi dengan Pusri,” jelas Dadang. Pakta ditandatangani oleh para General Manajer (GM), Sekretaris Perusahaan, Kepala Satuan Pengawas Intern (SPI) yang diwakili oleh GM Pemasaran M. Romli HM dan GM Perencanaan & Pengembangan Usaha Benny Haryoso, perwakilan Manajer yaitu Manajer Pengadaan Jos Darmanto dan Manajer Pemasaran Wilayah I Effendi Ropie, perwakilan dari pemasok adalah Suniata Warsehat dari PT Dunia Kimia Utama.

Pakta Anti Suap berisikan enam poin pernyataan yang diikrarkan dan dijalankan oleh seluruh karyawan Pusri. Pertama, menjadikan Pusri sebagai suatu perusahaan anti suap dalam arti tidak melakukan praktik suap dalam menjalankan usaha. Kedua, mematuhi code of conduct terutama tentang larangan terlibat praktik suap. Ketiga, menyelenggarakan program sosialisasi anti suap secara tersistem dan berkesinambungan kepada seluruh pejabat, karyawan dan mitra usaha. Keempat, meminta seluruh pejabat dan karyawan untuk menandatangani Pakta Anti Suap dan melaksanakannya secara konsisten dan bertanggung jawab. Kelima, menerapkan sanksi perusahaan secara proporsional bagi mereka yang terbukti terlibat kasus suap menyuap. Keenam, siap menerima segala resiko dan konsekuensi jika melakukan penyelewengan.

Gerakan seperti ini juga akan diberlakukan kepada anak perusahaan dan Holding Pusri seperti PT Pupuk Iskandar Muda, PT Pupuk Kaltim, dan lainnya. Pusri akan memberikan sanksi tegas kepada siapa saja. “Tidak ada yang membenarkan praktek suap,” tegas Dadang.

Menurut Dadang, selama ini Pusri selalu gencar menyebarkan gerakan anti korupsi dan anti suap di lingkungan internal. “Makanya kami menilai, Pakta anti suap dan anti korupsi ini perlu diformalkan,” paparnya.
Selain Direksi dan karyawan, kegiatan ini juga dihadiri mantan Menteri Negara BUMN dan Pakar GCG Sofyan Djalil, Wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Haryono Umar, serta Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein yang merupakan narasumber dalam diskusi panel yang dilaksanakan setelah penandatanganan Pakta Anti Suap. Ketiga panelis memberikan materi seputar upaya penegakan Good Governance di Indonesia. Bertindak sebagai moderator, Direktur Keuangan Pusri, Wiyas Y Hasbu.

Sofyan Djalil mengatakan bahwa tindakan penyelewengan dalam perusahaan (corporate abuses) merupakan isu yang sudah sangat lama terjadi dan sejarah telah mencatat berbagai kasus penyelewengan ini antara lain bangkutnya perusahaan-perusahaan seperti Enron, KAP Arthur Andersen dan Lehman Brothers. Menurutnya, inti masalah terjadinya penyelewengan dalam perusahaan adalah moral hazard yang inheren dengan perangai manusia. Inti dari GCG menurutnya paling sedikit harus mencapai dua tujuan utama yaitu meminimalisir timbulnya 'moral hazard' dalam pengelolaan perusahaan dan memaksa orang yang berbuat kecurangan untuk bertanggung jawab sepenuhnya.

Yunus Husein mengatakan pihaknya akan meminta kewenangan PPATK diperluas terutama terkait penyelidikan dan pemberian sanksi, seperti kewenangan yang dimiliki aparat kejaksaan dan penegak hukum.
Haryono Umar sendiri mengemukakan bahwa korupsi tidak muncul secara tiba-tiba, ada proses yang mendahuluinya, diantaranya adalah gratifikasi. “Dengan mengetahui motifnya, dapat dikatakan gratifikasi sebagai suap,” katanya. Karena itu Haryono berharap Pusri yang menggelar penandatanganan Pakta Anti Suap dapat menjadi percontohan wilayah bebas korupsi. (Humas/Rie)
Report Governance Public Info FAQ